Beranda | Artikel
Kematian, Tidakkah kita mengambil pelajaran?!
Sabtu, 14 Juni 2014

Buletin At Tauhid Edisi 24 Tahun Xdeath

Sebagaimana ikan salmon yang mengarungi Samudra Artik,mereka selalu pulang ke teluk yang sama untuk berkembang biak dan mati hingga akhir masanya. Sebagaimana pula kupu-kupu beracun Meksiko, mereka terlahir untuk berpulang ke Amerika Utara, mati dalam migrasinya dan menurunkan mimpi kembali ke Meksiko kepada generasi berikutnya.

Lalu bilamana dengan manusia? Tidakkah sadar bahwa selayaknya ikan salmon dan kupu-kupu beracun itu, kita juga akan mati dan berpulang ke sumbernya?? Sedang kepulangan manusia bukanlah siklus yang bisa dipastikan kapan waktunya. Maka apabila sudah diketahui kematian itu datangnya tiba-tiba, lantas sudah sesiap apa kita menghadapinya? Dan, cukuplah kematian itu menjadi pelajaran…

Kematian Itu Sebuah Kepastian

Tak ada satupun makhluk yang bisa menghindar dari kematian. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Setiap jiwa pasti akan mengalami kematian. Dan sesungguhnya kelak pada hari kiamat sajalah disempurnakan balasan atas pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia adalah orang yang beruntung(QS. Ali Imran : 185)

Allah Ta’ala juga berfirman (yang artinya), “Katakanlah: Sesungguhnya kematian yang kalian senantiasa berusaha lari daripadanya, maka pasti akan menemui kalian. Kemudian kalian akan dikembalikan kepada Dzat yang mengetahui perkara ghaib dan perkara yang tampak, lalu Allah akan memberitakan kepada kalian mengenai apa-apa yang telah kalian kerjakan” (QS. Al Jumu’ah : 8)

Setiap Kita Akan Menjumpai Kematian

Entah siapapun kita, pria ataupun wanita, miskin ataupun kaya, orang-orang terdahulu ataupun orang-orang kemudian, rakyat jelata ataupun para pembesar, maka setiap kita pasti akan menjumpai kematian. Hendak bersembunyi ke tempat asing sekalipun, atau berlindung di balik benteng dengan sistem keamanan yang canggih sekalipun, setiap kita pasti akan menjumpai kematian. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan dimanapun kalian berada, niscaya kematian itu akan mendatangi kalian meskipun kalian berlindung di balik benteng yang sanagat kokoh (QS. An Nisa : 78)

Secanggih-canggihnya teknologi yang berkembang saat ini, tetap saja tidak akan ada alat yang bisa digunakan untuk menghindarkan manusia dari kematian. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan bagi tiap-tiap jiwa sudah ditetapkan waktu kematiannya. Jika telah datang waktu kematian, mereka tidak akan bisa mengundurkan ataupaun mempercepatnya meskipun hanya sesaat” (QS. Al A’raf : 34)

Begitu Pedihnya Kematian

Pada suatu hari sahabat ’Umar bin Khatthab radhiyallahu ‘anhu bertanya kepada Ka’ab Al Ahbaar, “Wahai Ka’ab! Ceritakan kepada kita tentang kematian!”. Ka’ab pun berkata, ”Wahai Amirul Mukminin, gambaran sakitnya kematian adalah bagaikan sebatang dahan yang durinya banyak tersangkut di kerongkongan anda.Sehingga setiap duri menancap begitu kuat di setiap syarafnya. Selanjutnya dahan itu sekonyong-konyong ditarik dengan sekuat tenaga oleh seorang yang gagah perkasa. Bayangkanlah, apa yang akan turut tercabut bersama dahan itu dan apa yang akan tersisa..!!” (Hilyatul Auliya’, 5/365)

Adakah keraguan pada diri kita bahwa Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallamsebagaiteladan yang paling sempurna keimanannya? Sekali-kali tidak. Akan tetapi, kemuliaan dan kesempurnaan iman beliau tidak dapat melindungi beliau dari rasa pedihnya sakaratul maut. Imam Bukhari meriwayatkan, tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menghadapi sakaratul maut, beliau begitu gundah. Beliau berusaha menenangkan dirinya dengan mengusap wajahnya dengan tangannya yang telah dicelupkan ke dalam bejana berisi air. Beliau mengusap wajahnya berkali-kali, sambil bersabda, “Tiada sesembahan yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah. Sesungguhnya kematian itu disertai oleh rasa pedih.”(Sebuah Renungan Terhadap Kematian, Dr. M. Arifin Badri, www.almanhaj.or.id)

Banyak Mengingat Kematian

          Abu Hurairahmenceritakan bahwasuatu hariRasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallampernahbersabda, “Perbanyaklah mengingat pemutus kelezatan (dunia)” (HR.Tirmidzi). Yang beliau maksud adalah kematian.

Ad Daqaaq rahimahullah mengatakan, “Barangsiapa yang banyak mengingat kematian, maka akan dianugerahi oleh Allah tiga keutamaan : Bersegera dalam taubat, rasa qana’ah dalam hati, dan semangat dalam beribadah pada Allah” (Al Qiyamah Ash Shughra, hal. 82)

Bahkan, orang-orang yang banyak mengingat kematian digolongkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamsebagai orang-orang yang cerdas. ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhu bertutur, “Tatkala aku membersamai Rasulullah,terdapat seorang laki-laki Anshar datang kepada beliau, kemudian mengucapkan salam lalu bertanya, “Wahai Rasululah, siapakah diantara kaum mukminin yang paling utama?” Beliau menjawab, “Yang paling baik akhlaknya diantara mereka” Lelaki tadi bertanya lagi, “Siapakah diantara kaum mukminin yang paling cerdas?” Beliau kembali menjawab, “Yang paling banyak mengingat kematian diantara mereka dan yang paling baik persiapannya untuk kehidupan setelah kematian. Mereka itu ialah orang-orang yang cerdas” (HR. Ibnu Majah, dinilai hasan oleh Al Albani)

Tidakkah Kita Mengambil Pelajaran…?

          Tidakkahkita mengambil pelajaran?Setelah begitu banyak orang yang tenggelam dalam gemerlapnya dunia dan disibukkan dengan senda-gurau permainan yang membuat banyak orang berpaling dari persiapan untuk menghadapi kematian. Padahal Allah Ta’ala berfirman, “Telah dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka, sedangkan mereka dalam kelalaian lagi berpaling (daripadanya).” (QS. Al Anbiya’ : 1)

Tidakkah kita mengambil pelajaran? ‘Ammar bin Yasir radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Cukuplah kematian sebagai pemberi nasehat dan pelajaran. Cukuplah keyakinan sebagai kekayaan. Dan cukuplah ibadah sebagai kegiatan yang menyibukkan.” (Lihat Aina Nahnu Min Haa-ula-i, Syaikh Abdul Malik Qasim)

Tidakkah kita mengambil pelajaran? Pernyataan dari Tsabit Al Bunani rahimahullah -yang dinukilkan dalam kitab Syu’abul Iman-, “Kami pernah menyaksikan jenazah, maka kami tidak melihatnya kecuali menunduk dalam tangisan.” (Lihat Kaukabah Al Khuthbah Al Munifah Min Mimbar Al Ka’bah Asy Syarifah, Syaikh ‘Abdurrahman AsSudais)

Tidakkah kita mengambil pelajaran? Hasan Al Bashri rahimahullah menuturkan, “Tidaklah aku melihat sebuah perkara yang meyakinkan, yang lebih mirip dengan perkara yang meragukan daripada keyakinan manusia terhadap kematian sementara mereka lalai darinya. Dan tidaklah aku melihat, sebuah kejujuran yang lebih mirip dengan kedustaan daripada ucapan mereka yang berbunyi, ‘Kami Mencari Surga’ padahal mereka tidak mampu menggapainya dan tidak serius mencarinya. (Lihat Aina Nahnu Min Haa-ula-i, Syaikh ‘Abdul Malik Qasim)

Mempersiapkan Bekal Sebelum Kematian

Perjalanan kita sungguh masih amat panjang, sedangkan bekal kita sungguh sangat sedikit. Di sisi lain, robekan hari pada kalender yang ada, mengisyaratkan bahwa kematian semakin mendekat menghampiri kita. Dan diantara pelajaran yang dapat terambil dari mengingat kematian ialah bersegeranya kita dalam menyiapkan bekal. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Maka berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal itu ialah taqwa.” (QS. Al Baqarah : 197)

Penulis mewasiatkan kepada diri penulis pribadi dan pembaca sekalian, marilah senantiasa kita memperbarui kembali taubat kita, dan bersegera menyibukkan jiwa dengan menanam amal shalih. Kita ketahui bersama, peluang amal kebaikan yang dapat dijadikan sebagai bekal sungguh teramatlah banyak. Maka, kerugianlah bagi jiwa yang mengetahui bahwa ada banyak peluang melakukan amal shalih, akan tetapi ia tidak dapat mengerjakannya barang satu amal pun. Dan, kesengsaraanlah bagi jiwa yang mengetahui bahwa surga itu seluas langit dan bumi, akan tetapi ia tidak dapat tempat barang setapak kakipun. Semoga Allah Ta’ala jadikan kita sebagai hamba-Nya yang dapat mengambil pelajaran dari mengingat kematian dan diberikan taufik dalam tiap hembusan nafas serta senantiasa dimudahkan dalam setiap kebaikan. Aamiin.

Penulis             : Erlan Iskandar (Alumni Ma’had Al ‘Ilmi Yogyakarta)

Muroja’ah        : Ustadz Abu Salman, B.I.S


Artikel asli: https://buletin.muslim.or.id/kematian-tidakkah-kita-mengambil-pelajaran/